CEKUNGAN KUTAI
II.1.
Geologi Regional
Lapangan penelitian secara regional
termasuk dalam fisiografi Cekungan Kutai, Kalimantan Timur. Cekungan Kutai
merupakan salah satu Cekungan Tersier Kalimantan Timur yang dibatasi sebelah
barat oleh Paparan Stabil Sunda dari Kalimantan Barat yang merupakan komplesks
batuan dasar pra-Tersier, batuan beku dan metamorf yang telah stabil, dibagian
baratlaut oleh dibatasi oleh Tinggian Kuching, disebelah utaranya terletak
Cekungan Tarakan yang antara keduanya dipisahkan oleh pegunungan Meratus
memisahkan Cekungan Tarakan yang antara keduanya dipisahkan oleh Busur
Mangkalihat. Pada bagian Selatan, pegunungan Meratus memisahkan Cekungan Kutai
dengan subcekungan Barito dan subcekungan Pasir. Pada bagian Selatan juga
dibatasi oleh Patternosfer Arch yang merupakan batuan dasar yang menunjam ke
arah Timur – Tenggara, sedang pada bagian timur Cekungan Kutai membujur selat
Makasar.
Sedimen Tersier di Cekungan Kutai
menerus keselatan dengan Cekungan Barito dan Paparan Patternosfer, demikian
pula Cekungan Tarakan. Stratigrafi cekungan ini pada umumnya menunjukkan daur
trangresi yang diikuti dengan regresi, namun terdapat variasi khusus tiap
cekungan.
II.1.1. Stratigrafi Regional
Menurut Marks et all (1982), stratigrafi
regional Cekungan Kutai bagian Tenggara dari yang tertua sampai yang termuda,
sebagai berikut :
1.. Formasi
Pamaluan .
2.
Formasi Bebulu Group
3 Formasi Balikpapan Group
4.
Formasi Kampung Baru Group
5.
Formasi Mahakam Group
Pada daerah telitian merupakan
formasi Balikpapan, formasi ini tersusun atas batupasir dan batulempung dengan
sisipan lanau, serpih, batugamping, dan batubara. Adapun umur dari formasi ini
adalah Miosen Tengah bagian bawah – Miosen Atas bagian bawah. Formasi ini
merupakan endapan regresif perenggang delta sampai daratan delta (delta plain).
Ketebalannya diperkirakan sekitar 1000 – 1500 meter, yang mempunyai hubungan
menjari dengan Formasi Bebulu dan ditumpangi secara selaras oleh Formasi
Kampung Baru. Formasi Balikpapan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Formasi
Klandasan, Formasi Badak Bawah, dan Formasi Badak Atas, yang merupakan hasil
pengendapan di lingkungan delta plain. Formasi –formasi ini banyak yang menjadi
reservoar bagi lapangan minyak di cekungan Kutai.
II.1.2. Struktur Geologi
Menurut Marshall, A. (1977) secara
regional daerah Kalimantan Timur terdiri dari struktur antiklin yang rapat dan
sinklin yang lebar dengan arah umum Utara Timur Laut – Selatan Barat Daya.
Semakin ke arah timur struktur geologinya semakin sederhana. Semua lapangan
minyak di Cekungan Kutai terletak pada sumbu antiklin dari barat timur.
Perlipatan regional ini terjadi pada
Akhir Miosen Tengah dan berhubungan dengan pergerakan lempeng tektonik selat
Makasar ke arah Barat yang ditahan oleh tinggian Kuching.
II.2. Sedimentologi Delta Mahakam
Delta Mahakam terbentuk pada muara
Sungai Mahakam yang terletak di pantai timur Pulau Kalimantan, antara 0°20' LS
dan 117°40' LT. Delta ini terbentuk pada tahap akhir transgresi Holosen selama
5000 sampai dengan 7000 tahun yang lalu. Selama waktu itu delta telah
berkembang maju (progradasi) dan membentuk sistem delta yang melingkupi daerah
seluas ± 5000 km²,termasuk 1000 km² delta
plain.
Delta Mahakam adalah daerah dimana
terdapat beberapa lapangan minyak besar, yang tersusun oleh rangkaian endapan
deltaik Miosen. Allen, (1987) telah
melakukan penelitian atau studi terhadap delta Mahakam modern, karena delta
Mahakam modern mempunyai karateristik yang hampir sama dengan delta Mahakam
Miosen sehingga dapat memberikan gambaran pembentukan reservoar batupasir
Miosen di daerah ini.
Dalam pembentukan suatu delta, akan
berkembang pola-pola morfologi yang masing –masing merupakan produk lingkungan
pengendapan yang berbeda. Komponen morfologi delta antara lain delta plain, delta front, dan prodelta. Tiga proses pokok yang
mengontrol pembentukan delta yaitu proses fluvial, tidal dan gelombang air
laut. Berdasarkan ketiga parameter ini, delta Mahakam yang merupakan delta
dengan pengaruh proses fluvial dan tidal yang relatif sama atau seimbang,
termasuk dalam tipe fluvial – tide delta.
II.2.1. Aspek – aspek Umum Sedimentasi Delta
Lyell,
(1954) mendefinisikan delta sebagai tempat akumulasi sedimen fluvial yang
diendapakan di muara sungai. Dalam pengertian umum, delta didefinisikan sebagai
suatu kenampakan pantai atau garis pantai yang terbentuk akaibat adanya
material – material sedimen yang dibawa oleh air sungai dan diendapkan di muara
sungai tersebut. Sebuah delta terbentuk dan berkembang jika akumulasi sedimen –
sedimen yang berasal dari sungai pada tepi cekungan lebih cepat dibandingkan
dengan penyebaran sedimen oleh proses – proses yang berasal dari cekungan
penerima.
Atas dasar perkembangan pola
morfologi dan komponen sedimnennya, Allen
(1987) membagi delta menjadi tiga bagian, yaitu :
1.
Delta plain
Merupakan
daratan delta yang dibangun oleh endapan fluvial, diendapkan di atas bagian
delta yang lebih marin (delta front).
Bagian ini membentuk dataran landai berawa yang disusun terutama oleh sedimen
berbutir halus seperti serpih, serpih organik dan batubara. Dataran tersebut
digerus secara erosional sampai bagian dasarnya oleh alur- alur (distributary chanel) yang membentuk
pola percabangan yang menyalurkan air dan sedimen. Alur – alur ini adalah
tempat pengendapan pasir (channel fill sand), yang merupakan reservoar yang
baik.
2. Delta front
Merupakan
paparan laut dangkal dengan kemiringan ke arah laut, yang mengakumulasi sedimen
ke arah laut memalui alur – alur (distributaries).
Umumnya pemasukan pasir ke delta front
melalui alur – alur ini membentuk endapan gosong muara sungai (distributary mouth bar). Pola fasies
dan ukuran endapan ini tergantung pada intensitas aktivitas laut terhadap
pantai dan kecepatan pemasukan sedimen oleh sungai. Diantara endapan tersebut,
diendapakan lumpur lanauan dan pasiran, yang semakin meningkat kandungan
lumpurnya ke arah lepas pantai.
3.
Prodelta
Prodelta merupakan
perselingan antara gosong pasir (sand
bar) dan endapan lumpur, tetapi umumnya berupa zona lumpur tanpa pasir.
Zona ini sangat dipengaruhi oleh proses pasang surut air laut yang hanya
mengakumulasi lempung dan lanau. Prodelta sulit dibedakan dengan endapan
paparan (shelf deposit), tetapi pada
umumnya lebih tipis dan lebih bersifat marin.
II.2.2. Delta Mahakam Miosen
Delta Mahakam Miosen telah mengalami
beberapa fase pengisian sedimen. Pada kala Oligosen di daerah ini mulai
mengendapkan sekuen trangresif berupa marine
shale.Pada Miosen Tengah sampai Pliosen terjadi pengendapan sedimen delta
sampai fluvial dengan tebal lebih dari 5000 meter dengan pola pengendapan
sekuen regresif. Rangkaian deltaik disusun oleh beberapa siklus delta dengan
ketebalan masing - masing siklus berkisar antara 30 – 80 meter. Siklus ini
disusun oleh endapan delta berupa batubara dan endapan transgresif berupa marine shale, yang ditutupi oleh serpih podelta. Kemudian diatasnya diendapkan
endapan regresif yang terdiri dari batupasir mouth bar dan serpih pasiran, batupasir distributary channel, splays, serpih organik dan batubara. Puncak
siklus ditandai dengan lapisan batubara yang relatif tebal, ditutupi oleh
marine shale atau endapan karbonat yang menunjukkan aktivitas tektonik regional
atau peristiwa kenaikan muka air laut global.
Selama Miosen Tengah sampaai Pliosen
terbentuk rangkaian lipatan berarah timur laut – barat daya sepanjang pantai
Kalimantan Timur dan di lepas pantainya. Pembentukan lipatan ini terjadi
bersaman dengan pengendapan sedimmen dari arah barat. Analisa fasies dari
batuan inti (core rock) menunjukkan
bahwa delta Mahakam dipengaruhi oleh sistem fluvial
dan tidal dengan tidak adanya
pengaruh gelombang air laut. Sifat –sifat umum morfologi dan sedimentologi
delta Mahakam Miosen menunjukkan kesamaan dengan delta Mahakam modern (Alle,1987).
Lumpur deltaik yang kaya akan bahan
organik di delta front dan prodelta serta serpih organik dan batubara di delta
plain merupakan batuan induk bagi pembentukan hidrokarbon yang terperangkap
pada antiklin. Reservoar utama di cekungan delta Mahakam terdapat pada
batupasir distributary channel di delta palain dan mouth bar di delta front.
II.2.3. Delta Mahakam Modern
Delta Mahakam modern terletak di
muara Sungai Mahakam, pantai timur Kalimantan. Delta ini merupakan delta
Holosen yang berprogradasi di atas permukaan endapan transgresif Holosen sejak
5000 – 7000 tahun yang lalu, dan telah mencakup daerah hampir seluas 5000 km²,
dengan tebal sedimen sekuen regresif delta antara 50 –70 meter (Allen,1987).
Delta Mahakam modern menunjukkan
morfologi berbentuk kipas asimetris, yang terbentuk akibat pengaruh campuran
dua sistem, yaitu antar sistem fluvial dan
tidal. Delta Mahakam modern
berprogradasi di atas permukan endapan transgresif Holosen, membentuk pola
sedimen regresif yang ukuran butirnya mengkasar keatas (coarsening upward), tersusun atas pengendapan sedimen prodelta, delta front dan delta plain yang vertikal sebagai
progradasi ke arah laut. Batas luar prodelta
berada pada kedalaman 70 meter dan delta front terletak pada kedalaman 0 – 10
meter dari muka air laut. Alur – alur (channel)
pada delta plain membentuk pola
percabangan sungai ke laut, menggerus vegetasi pada delta plain sampai delta
front dengan kedalaman sekitar 20 meter.
II.3. Tinjauan Umum Lapangan Badak
Lapangan Badak terletak di delta
Sungai Mahakam , berjarak kira – kira 55 km di sebelah timur laut kota Samarinda, Kalimantan Timur, pada
posisi geografis 117º22'30"
BT, 0º23'30" LS dan 117º27'30" BT , 0°15'0" LS.
II.3.1. Sejarah Lapangan Badak
Lapangan Badak pertama kali
ditemukan oleh Huffco Indonesia pada tahun 1972, dan melakukan pengeboran pada
sumur Badak 1. Hingga saat ini sumur yang telah selesai dibor pada lapangan
Badak berjumlah 192 sumur.
Pengeboran lapangan Badak dilakukan
pada kedalaman 5000 feet sampai dengan kedalaman 12000 feet. Sampai sekarang
masih dilakukan pengeboran sumur pengembangan serta pemeliharaan sumur – sumur
lama dengan tujuan untuk meningkatkan produksi.
II.3.2. Kondisi Geologi Lapangan Badak
Lapangan
Badak merupakan bagian dari delta Mahakam, yang sejarah sedimentasinya dimulai
dari Miosen sampai sekarang. Pada akhir masa Miosen terbentuk delta dibawah
permukaan sungai Mahakam. Delta ini terbentuk dan bergerak dari arah barat ke
arah timur setelah terangkatnya daerah bagian barat yang terangkat sedikit demi
sedikit (pengangkatan dari daerah tinggian Kuching) dari batas datarannya,
kemudian beregresi ke arah timur sehingga terbentuk lipatan – lipatan, dan
salah satunya adalah lipatan Badak.
II.3.3. Stratigrafi
Lapangan Badak
Stratigrafi
lapangan Badak berumur Miosen – Holosen, dicirikan oleh perselingan antara
serpih, batulanau dan batupasir yang merupakan endapan delta. Hidrokarbon
ditemukan dalam perlapisan batupasir delta dari Formasi Balikpapan. Formasi
Balikpapan ini terdiri dari batuan klastik seperti batupasir,batulanau, dan
shale, dengan perlapisan batugamping berselang – seling dan batubara. Sedimen
klastik ini diendapkan pada beberapa zona dari lingkungan delta selama Miosen
Tengah sampai Miosen Akhir.
Gwin et al (1974) membagi urutan
stratigrafi Lapangan Badak menjadi tiga urutan berdasarkan variasi fasies
batuannya, yaitu Lower Badak sequence
dan Middle Badak sequence yang
termasuk dalam Formasi Balikpapan, serta Upper
Badak Sequence yang termasuk dalam formasi Kampung Baru.
a. Lower
Badak Sequnce (Sekuen Badak Bawah)
Terdapat
pada interval kedalaman 1.021 ft sampai 7540 ft, dan termasuk dalam formasi
Balikpapan. Sekuen ini tersusun atas batulanau dan sisipan serpih, lapisan
batugamping dan interkalasi batupasir kuarsa. Umumnya batupasir yang terdapat
memiliki pola mengkasar ke atas, tidak menerus dan padat dengan semen karbonat,
yang menandakan bahwa pengendapannya
terjadi pada lingkungan distal delta
front.
b.
Middle Badak Sequnce ( Sekuen Badak Tengah)
Middle
Badak Sequence masih termasuk dalam Formasi Balikpapan, terdapat pada kedalaman 2450 ft – 7540 ft. Sekuen ini
tersusun atas litologi batupasir kuarsa lebih melimpah dan tebal, batulanau,
shale, dan lapisan batubara. Batupasir ini umumnya berupa clean sand dan lebih
potous dibanding dengan batupasir yang berada ditempat yang lebih dalam. Fasies
sequencenya menunjukkan lingkungan pengendapan proximal delta front facies.
c. Upper
Badak Sequence (Sekuen Badak Atas)
Sekuen
ini terletak paad kedalaman 2450 ft hingga ke permukaan dan merupakan Formasi
Kampung Baru. Sekuen ini tersusun atas batupasir kuarsa, beberapa lapisan
batulanau, batulempung, dan lignit yang melimph hingga mencapai 47 % dari
ketebalan sekuen. Fosil fauna tidak ditemukan, sekuen ini merupakan ciri
lingkungan delta plain facies.
II.3.4. Struktur
Geologi Lapangan Badak
Lapangan
Badak terletak pada ujung utara sekitar 80 km dari rangkain antiklin Badak –
Handil. Daerah ini berupa antiklin landai yang asimetri dan relatif condong ke
arah timur laut – barat daya dengan sayap yang relatif terjal dibagian
tenggara. Berdasarkan peta struktur hasil interpretasi seisimik menunjukkan
bahwa klosur vertikal berkembang seiring dengan bertambahnya kedalaman atau
menunjukkan pertumbuhan synsedimentary
structure. Selama periode waktu pengendapan batuan penyusunnya berkembang
pula struktur geologi pada daerah ini.
BAB III
DASAR TEORI
Akumulasi
hidrokarbon di bawah permukaan dapat dideteksi melalui tahap – tahap
penyelidikan geologi dibawah permukaan yang telah banyak dilakukan oleh perusahaan - perusahaan minyak
di dunia.Tahap – tahap penyelidikan geologi bawah permukaan merupakan salah
satu metode yang penting dalam explorasi dan exploitasi minyak dan gas bumi.
Produksi minyak dan gas bumi yang terus
menerus dapat mengakibatkan cadangan makin menciut, dan dengan harapan bahwa
dengan dilakukannya eksplorasi disuatu daerah yang diperkirakan terdapat
akumulasi hidrokarbon maka dapat diadakan inventarisasi mengenai jumlah
cadangan dan sampai kapan minyak bumi ini akan habis.
III.1. LOG MEKANIK
Log
merupakan suatu data yang didapat melalui hasil rekaman suatu lubang bor dari
permukaan sampai kedalaman tertentu. Prinsip dasar dari log adalah mengukur
parameter fisik yang meliputi porositas, kejenuhan hidrokarbon, ketebalan
lapisan yang permeabel.
Berdasarkan
sifat –sifat fisika yang diukur log mekanik dapat dibagi atas tiga yaitu log
listrik, log radioaktif dan log sonik. Yang termasuk dalam log listrik antara
lain log SP dan log resistivitas, sedangkan yang termasuk dalam log radioaktif
antara lain log GR, log densitas dan log netron.
Logging merupakan salah satu
tahap dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas bumi yang bertujuan untuk
menentukan letak kedalam zona produktif dan mengetahui kondisi struktur dan
startigrafis suatu daerah dengan cara melalukan korelasi antara sumur pemboran
yang dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan peta bawah permukaan.
III.1.1. Log Sinar Gamma (Gamma Ray Log)
Log sinar
gamma adalah log yang mengukur intensitas radiasi sinar gamma yang dipancarkan
secara alamiah oleh batuan. Sumber radiasi sinar gamma di dalam batuan berasal
dari peluruhan potasium, uranium, dan thorium. Dari ketiga unsur tersebut
potasium lebih banyak dijumpai dibanding dengan unsur radioaktif lainnya. Log
ini terekam pada track 1dengan satuan API. Nilai radioaktivitas yang diukur
sangat tergantung dari macam batuannya. Pada batuan sedimen , unsur radioaktif
banyak terkonsentrasi pada serpih atau lempung, sehingga dalam log GR besar
kecilnya intensitas radioaktif akan menunjukkan ada tidaknya kandungan serpih
atau lempung, yang juga berperan dalam pekerjaan korelasi dan evaluasi
kandungan serpih di dalam suatu formasi.
III.1.2. Log SP (Spontaneous Potensial)
Yaitu log
listrik yang digunakan untuk mengetahui beda potensial yang timbul antara
lumpur pemboran dengan batuan insitu pada formasi disekitar lubang bor. Log SP
direkam pada track 1 bersamaan dengan log GR dengan satuan milivolt. Pada shaly
section, log SP mencapai maksimum ke
arah kanan. Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeabel, namun tidak dapat
mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari suatu formasi.
III.1.3. Log
Tahanan Jenis (Resistivity Log)
Log
tahanan jenis yaitu log listrik yang dipakai untuk mengukur tahanan jenis
batuan secara langsung dari dasar sumur samapi ke permukaan. Secara umum
tahanan jenis suatu batuan didefinisikan sebagai kemampuan dari batuan untuk
menghambat arus listrik yang melalui batuan tersebut. Tahanan jenis batuan
adalah kebalikan dari daya hantarnya. Jika tahanan jenis batuan besar maka
batuan tersebut mempunyai daya hantar kecil. Faktor yang mempengaruhi tahanan
jenis batuan adalah kandungan fluida dan faktor formasi batuan.
III.1.4. Log
Densitas
Log
densitas merupakan suatu tipe log porositas yang mengukur densitas elektron
suatu formasi. Prinsip pencatatan dari log densitas adalah suatu sumber
radioaktif (cobalt-60 atau cesium 137) yang dimasukkan kedalam
lubang bor mengemisikan sinar gamma kedalam formasi. Didalam formasi sinar
tersebut akan bertabrakan dengan elektron dari formasi. Pada setiap tabrakan
sinar gamma akn berkurang energinya. Sinar gamma yang terhamburkan dan mencapai
detektor pada suatu jarak tertentu dari sumber dihitung sebagai indikasi
densitas formasi. Jumlah tabrakan merupakan fungsi langsung dari jumlah
elektron didalam suatu formasi. Karena itu log densitas dapat mendeterminasi
densitas elektron formasi dihubungkan dengan densitas bulk sesungguhnya dalam
gr/cc. Harga ρb tergantungdari densitas matrik batuan, porositas dan densitas
fluida pengisi formasi.
III.1.5. Log Netron
(Compensated Neutron Log)
Log
netron merupakan tipe log porositas yang mengukur kosentrasi ion hidrogen
didalam suatu formasi. Di dalam formasi bersih dimana porositas diisi air atau
minyak, log netron mencatat porositas yang diisi cairan.
Netron
energi tinggi yang dihasilkan oleh suatu sumber kima ( campuran americium dan beryllium) ditembakkan kedalam formasi. Didalam formasi, netron
bertabrakan dengan atom – atom penyusun formasi, sebagai akibatnya netron
kehilangan energinya. Kehilangan energi maksimum akan terjadi pada saat netron
bertabrakan dengan atom hidrogen karena kedua materi tersebut mempunyai massa
yang hampir sama. Karena itulah jumlah kehilangan energi maksimum merupakan
fungsi dari kosentrasi hidrogen dalam formasi, karena dalam formasi yang sarang
hidrogen terkosentrasi didalam pori-pori yang terisi cairan, maka jumlah
kehilangan energi dapat dihubungkan dengan porositas formasi.
III.1.6. Log Sonik
Log sonik
merupakan suatu log porositas yang mengukur interval waktu lewat (∆t) dari suatu gelombang
suarakompresional untuk melalui satu feet formasi. Interval waktu lewat (∆t) dengan sataun mikrodetik per kaki
merupakan kebalikan kecepatan gelombang suara kompresional (satuan feet per
detik). Harga ∆t tergantung paad
litologi dan porositas
III.2. ANALISA DATA
LOG MEKANIK
Dalam menganalisa suatu log
mekanik dapat dibagi menjadi tiga yaitu analisa log untuk interpretasi
lingkungan pengendapan, anlisa log secara kualitatif dan analisa log secara
kuantitatif.
III.2.1. Analisa Log
untuk Interpretasi Lingkungan Pengendapan Delta
Interpretasi
suatu sekuen pengendapan cenderung didasarkan pada karakteristik urutan
vertikal dari ukuran butir dan struktur sedimen. Profil ukuran butir dapat
diketahui dari macam – macam pola kurva log. Pada log SP dan log GR merupakan
log yang menunjukkan ukuran butir batuan. Disamping data log yang ada, data
paleontologi, core, seismik, maupun data – data pemboran lainnya (cutting,
mudlog) dapat digunakan juga dalan mengiterpretasi suatu lingkungan pengendapan.
Litologi
yang biasanya dijumpai pada endapan delta adalah batupasir, pasir lempungan,
lempung, serpih, serpih organik, batubara dan batuan karbonat. Sedangkan sekuen
delta dibagi menjadi tiga fasies utama yaitu prodelta, delta front, dan delta
plain. Pada endapan prodelta terdiri
dari litologi batulempung dan serpih dengan sedikit lapisan tipis bataulanau
dan batupasir. Endapan delta front
litologinya terutama terdiri dari batupasir, sedangakan endapan delta plain terdiri atas bataupasir,
lumpur dan akumulasi bataubara.
Berdasarkan
kontak dasarnya (base contact),
endapan pasir delta dapat dibedakan menjadi dua kelas utama (Serra an Abbott,1980, Getz et al, 1977,
vide Allen, 1987) yaitu: 1. Tipe sekuen bar
Tipe ini dicirikan dengan bidang dasar
yang bergradasi dari serpih, serpih pasiran, selang – seling antar serpih dengan
pasir, sampai pasir murni (clean sand).
Pada log GR, tipe ini mempunyai bentuk kurva corong (funnel), dan banyak fijumpai pada fasies delta front yang merupakan suatu progradasi bar seperti distributary mouth bar atau tidal bar. Biasanya sekuen ini ditutupi
dengan batugamping, semen karbonat, serpih organik atau bataubara. Sekuen bar
yang lebih tipis dapat juga dijumpai pada
delta plain.
2
Tipe sekuen
channel
Tipe ini dicirikan dengan
bidang dasar erosi (erosive base)
yang tajam dan bergradasi keatas dari pasir sampai serpih. Pada sekuen
stratigraphi dengan perubahan yang tajam akan memberikan kurva berbentuk tabung
(cylindrical), sedangkan perubahan
yang bergradasi akan memberikan bentuk intermediate. Untuk perubahannya yang
menerus memberikan bentuk kurva lonceng (bell).
Tipe sekuen ini banyak dijumpai pada fasies delta
plain. Sekuen suatu delta adalah merupakan gabungan dari tipe sekuen bar dan sekuen channel
III.2.2. Analisa
Log Kualitatif
Analisa
yang dilakukan yaitu untuk mengetahui zona mana yang bersifat permeable atau
zona impermeable. Selain itu untuk mengetahui jenis litologi yang ada pada data
log dan zona mana yang termasuk zona porous dan zona tidak porous. Dari zona –
zona yang permeable dan porous akan didapatkan jenis kandungan fluida yang
terkandung dalm suatu reservoar, yaitu apakah berupa gas, minyak atau air.
Pada evaluasi kualitatif ini parameter – parameter yang
dievaluasi anatara lain :
1. Jenis
litologi, jenis litologi pada zona reservoar dapat ditentukan berdasarkan
kenampakan defleksi log tanpa melakukan perhitungan, dan dapat menentukan
porositas dan permeabilitas yang nantinya akan dikaitkan dengan kandungan
fluidanya.
2. Jenis
fluida reservoar, diperoleh dari analisa porositas dan permeabilitas pada
litologi yang ada.
3.
Batas – batas GOC (gas oil contact), GWC (gas
water contact),dan OWC (oil water
contact).
III.2.3.Analisa Log
Kuantitatif
Analisa
log secara kuantitaif dimaksudkan untuk mengetahui sifat – sifat fisik batuan
yang meliputi porositas, permeabilitas, serta untuk mengetahui kuantitas dan
jenis kandungan batuan yang terdiri dari kejenuhan hidrokarbon. Sehingga hasil
analisa tersebut dapat digunakan dalam pembuatan peta gross sand, net sand, dan
net pay.
III.2.3.1.
Porositas (Ǿ)
Porositas
(Ø) merupakan fraksi ruang pori yang
terdapat pada suatu batuan, atau merupakan perbandingan volume rongga – rongga
pori terhadap volume total seluruh batuan. Nilai porositas dari suatu formasi
dapat ditentukan dari log netron, densitas, Adapun perhitungan mencari harga
porositas adalah sebagai berikut :
1. Dengan
menggunakan log densitas
Log densitas mengukur bulk density (ρb), dimana parameter ini dapat
digunakan untuk menghitung porositas setelah diperhitungkan dengan densitas
matriks (ρma) dan densitas fluida (ρf) dalam satuan g/cc
Rumus yang digunakan
ØD = (ρma – ρb) / (ρma
– ρf)
2. Dengan
menggunakan log netron
Log netron dipengaruhi oleh
jumlah hidrogen di dalam suatu formasi, selain itu juga dipengaruhi oleh jenis
batuan, salinitas, suhu fluida, dan tekanan formasi. Untuk shaly formation , penambahan serpih akan mempengaruhi porositas
batuan.
Rumus yang digunakan :
ØNc =
ØN – (ØNlp x Vcl)
Vcl = (ØN
– ØD) / (ØNcl – ØDcl)
III.2.3.2. Tahanan
Jenis Air Formasi (Rw)
Tahanan
jenis formasi merupakan tahanan jenis air yang terdapat dalam formasi
sebelumformasi tersebut ditembus oleh bit pemboran. Air yang terdapat didalam
formasi disebut connate water.
Cara untuk menentukan resitivitas air formasi adalah dengan
menggunakan persamaan :
Rw
= Rmf x (
Ro / Rxo )
dimana, Rw
= resistivitas air formasi ,
dalam Ωm
Rmf =
resistivitas mud filtrate, dalam Ωm
Ro =
resisitivitas hidrokarbon, dalam Ωm
Rxo
= resisitivitas formasi pada
flushed zone, dalam Ωm
III.2.3.3.
Resistivitas Formasi (Rt)
Resistivitas
formasi (Rt) merupakan harga tahanan jenis dari formasi yang cukup jauh dari
lubang bor dan tidak terpengaruh oleh pemboran atau zona invasi, sehingga
tahanan jenis tersebut merupakan harag tahanan jenis aktual. Harga tahan jenis
ini dapat langsung dibaca pada log tahanan jenis dengan alat yang dalam (LLD/
Laterolog deep) atau dari log induksi (ILD/ introduction log deep).
III.2.3.4. Tahanan
Jenis Zona Terusir (Rxo)
Harga
tahanan jenis dari zona terusir (Rxo) ini dapat dibaca pada log MSFL
(Microspherical Focused Log) atau dari log MLL (Micro Laterolog)
III.2.3.5.
Kejenuhan Air Formasi (Sw)
Kejenuhan
air didefinisikan sebagai fraksi dari pori suatu batuan yang mengandung atau
terisi oleh air. Setelah pemboran, formasi disekitar lubang bor terkontaminasi
(flushed) oleh mud filtrate. Bila hydrocarbon bearing formation yang terletak
di dekat lubang bor memiliki resistivitas rendah, maka sebaliknya di zona yang
semakin menjauh menjauh dari lubang bor mempunyai harga resistivitas yang
semakin tinggi.
Pada
kedalaman yang tidak dipengaruhi air filtrat (uninvaded zone) batuan sepenuhnya
berisi kandungan awal, sehingga pengukuran – pengukuran pada zona ini
dipengaruhi oleh air formasi, kandungan hidrokarbon dan karakteristik batuan
itu sendiri. Untuk menentukan jenis kandungan fluida pada zona tersebut
dilakukan berdasarkan perhitungan harga Sw, yang secara tidak langsung juga
menunjukkan nilai SHC (kejenuhan Hidrokarbon)
SHC = 1 –
Sw
1/√Rt
Sw =
-------------------------------------------------
Vlp
( 1 - Vlp/2 ) Ø
-------------------- +
--------------
√Rlp √a.Rw
dimana, Rt =
tahanan jenis formasi
Ø =
porositas
Rw = tahanan jenis air formasi
a = 0,8
untuk batupasir
1
untuk batugamping
III.3. KORELASI
DATA LOG
Menurut Koesoemadinata (1982), korelasi adalah
suatu operasi dimana satu titik dalam suatu penampang startigrafi disambungkan
dengan titik – titik yang lain pada
penampang – penampang starigrafi lainnya dengan pengertian bahwa titik – titik
tersebut terdapat dalam bidang perlapisan yang sama.
Sedangkan dalam Sandi
Stratigrafi Indonesia (1996) disebutkan korelasi adalah penghubung titik
–titik kesamaan waktu atau penghubung satuan – satuan startigrafi dengan
mempertimbangkan kesamaan waktu.
Menurut Koesoedinata (1971) dikenal 2 metode korelasi
yaitu :
1. Metode
Organik
Metode Korelasi organik
merupakan pekerjaan menghubungkan satuan – satuan stratigrafi berdasarkan
kandungan fosil dalam batuan (biasanya foraminifera plantonik). Yang biasa
digunakan sebagai marker dalam korelsi organik adalah asal munculnya suatu
spesies dan punahnya spesies lain. Zona puncak suatu spesies, fosil indeks,
kesamaan derajat evolusi dan lain-lain.
2. Metode
Anorganik
Pada metode korelasi anorganik
penghubungan satuan – satuan stratigrafi tidak didasarkan pada kandungan
organismenya (data organik). Beberapa data yang biasa dipakai sebagai dasr
korelasi antara lain :
a. Key
Bed (lapisan penunjuk)
Lapisan ini menunjukkan suatu
penyebaran lateral yang luas, mudah dikenal baik dari data singkapan, serbuk
bor, inti pemboran ataupun data log mekanik. Penyebaran vertikalnya dapat tipis
ataupun tebal . Lapisan yang dapat dijadikan sebagai key bed antara lain : abu
vulkanik, lapisan tipis batugamping terumbu, lapisan tipis serpih (shale
break), lapisan batubara / lignit.
b. Horison
dengan karakteristik tertentu karena perubahan kimiawi dari massa air akibat
perubahan pada sirkulasi air samudra seperti zona – zona mineral tertentu,zona
kimia tertentu, suatu kick dalam kurva resistivitas, sifat radioaktivitas yang
khusus dari suatu lapisan yang tipis.
c. Korelasi
dengan cara meneruskan bidang refleksi pada penampang seismik.
d. Korelasi
atas dasar persamaan posisi stratigrafi batuan
e. Korelasi
atas dasar aspek fisik/litologis. Metode korelasi ini merupakan metode yang
sangat kasar dan hanya akurat diterapkan pada korelasi jarak pendek.
f.
Korelasi atas dasar horison siluman (panthom horizon)
g.
Korelasi atas dasar maximum flooding surface, maximum flooding surface merupakan suatu
permukaan lapisan yang lebih tua dari lapisan yang lebih muda yang menunjukkan
adanya penigkatan kedalaman air secara tiba – tiba.
Sebagian besar pekerjaan
korelasi pada industri minyak dan gas bumi menggunakan data log mekanik. Tipe –
tipe log yang biasa digunkan antara lain log penafsiran litologi (Gamma Ray,SP)
yang dikombinasikan dengan log resistivitas atau log porositas
(densitas,netron,dan sonik). Pemilihan tipe log unutk korelasi tergantung pada
kondisi geologi yang bersangkutan. Kombinasi log SP dan resistivitas biasa
digunakan pada cekungan silisiklastik sementara untuk cekungan karbonat
digunakan log GR plus resistivitas atau GR plus netron.
Langkah – langkah dalam korelasi
log mekanik :
1. Menentukan
horison korelasi dengan cara membandingkan log mekanik dari suatu sumur tertentu terhadap sumur yang lain dan mencari
bentuk – bentuk atau pola yang sama atau hampir sama.
2.
Menentukan lapisan penunjuk (marker bed) untuk
setiap log yang khas bentuknya yang yakin akan kesamaan waktunya.
3.
Menentukan rekaman log dengan lintasan yang telah
ditentukan digantung pada bidang datum (datum plane), dan korelasi dilakukan
lapisan demi lapisan.
4.
Pemilihan sumur – sumur yang akan digunakan dalam
korelasi diusahakan agar bersifat representatif terutama untuk mengetahui
penyebaran batuan secara lateral.
Korelasi dibagi menjadi dua
yaitu korelasi struktur dan korelasi stratigrafi. Korelasi struktur dibuat
dengan cara menempatkan lapisan pada keadaan yang sekarang, sehingga akan
memberikan gambaran posisi batuan setelah mengalami aktivitas tektonik
(misalnya struktur sesar, kekar, dan lipatan), sedangkan korelasi stratigrafi
dibuat dengan cara menempatkan atau menggunakan suatu lapisan penunjuk (marker
bed) pada kedudukan yang sama.
III.4. PEMETAAN
BAWAH PERMUKAAN
Pemetaan bawah permukaan dapat
dikatakan sebagai pekerjan – pekerjaan yang dilaksanakan dengan menggunakan
metode khusus untuk merekam informasi geologi bawah permukaan yang hasil
rekamannya (data) kemudian diolah dan ditafsirkan sehingga kita mendapatkan
gambaran yang kebih jelas tentang geologi bawah permukaan.
Pada peta
permukan hanya berhadapan dengan satu bidang permukaan, yang dapat dipetakan
adalah sifat – sifat geologi, keadaan geologi, dan topografi. Sedangkan pada
peta bawah permukaan kita berhadapan dengan sejumlah berbagai macam bidang
permukaan ataupun interval – interval anatar dua bidang permukaan tersebut.
Bidang permukaan ini biasanya adalah bidang perlapisan, ketidakselarasan,
patahan, dll.
Peta
bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk maupun kondisi geologi
bawah permukaan, yang bersifat kuantitatif ( menggambarkan suatu garis yang
menghubungkan titik – titik yang bernilai sama atau garis iso/kontur) dan
dinamis (yaitu kebenaran peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode tetapi
atas data yang ada, dan sewaktu – waktu akan dapat berubah jika ditemukan data
– data yang baru).
III.5.1. Peta
Kontur Struktur (Stuctural Countoured Map)
Peta
kontur struktur merupakan peta yang menunjukkan kedalaman dari zona lapisan
batuan yang sama, dibuat berdasarkan
data – data yang diperoleh dari sumur pemboran eksplorasi, baik selama atau
setelah dilakukan pemboran. Peta ini memperlihatkan kondisi struktur puncak
(top) dan dasar (base) dari zona batupasir. Peta ini dibuat berdasarkan data –
data korelasi yang dilakukan pada setiap sumur – sumur pemboran.
III4..2. Peta
Fasies (Facies Map)
Peta
fasies adalah peta yang menggambarkan suatu perubahan secara litologi dan
paleontologi yang terjadi pada saat pengendapan yang menunjukkan kesamaan
litologi dan paleontologi. Di lingkungan delta, dalam peta fasies akan
mencerminkan penyebaran lateral dari setiap sekuen batupasir yang terbentuk
pada suatu zona reservoar, antar lain berupa sekuen chanel atau sekuen bar,
yang juga akan mencerminkan jenis lingkungan pengendapan dari setiap sekuen
batupasir tersebut.
III.4.3. Peta
Ketebalan Total Batupasir (Gross Sand Map)
Gross sand
map adalah peta yang menggambarkan penyebaran batupasir dengan cara
menghubungkan titik- titik yang mempunyai ketebalan yang sama, dan dibuat
berdasarkan data ketebalan batupasir yang ada pada setiap sumur pemboran.
Ketebalan batupasir diperoleh dari ketebalan zona batupasir dari semua kurva
log yang ada.
Dalam
penarikan garis kontur untuk peta ini harus memperhatikan beberapa aspek,
antara lain :
1. Geologi
regional daerah yang dipetakan, untuk menentukan lingkungan pengendapan secara
regional batupasir tersebut.
2. Karakteristik
kurva log mekanik dari sumur-sumur pemboran yang menunjukkan variasi dan
perkembangan batupasir yang dipetakan.
3. Kandungan
fluida yang ada tiap sumur yaitu pada zona-zona reservoir yang dipetakan apakah
tubuh batupasirnya saling berhubungan atau tidak.
III.4.4. Peta
Reservoar (Net Sand Map)
Peta ini
menggambarkan ketebalan batupasir yang terisi hidrokarbon (minyak atau gas),
yang ketebalannya diperoleh dari analisa petrofisik batuan pada zona batupasir.
Ketebalan ini didapat setelah dikoreksi terhadap kandungan shale pada tubuh
batupasir tersebut.
III.4.5. Peta Net
Pay
Peta net
pay dibuat berdasarkan batas – batas penyebaran fluida yang diplot dalam peta
netsand dan ditampalkan terhadap peta kontur struktur. Peta ini menggambarkan
penyebaran dan variasi ketebalan dari hidrokarbon yang terperangkap dalam
reservoar. Batas – batas penyebarannya adalah dengan menentukan daerah – daerah
gas atau oil – water contact dan peta
ini selanjutnya akn digunakan sebagai dasar untuk perhitungan cadangan.
III.5. PERHITUNGAN
CADANGAN HIDROKARBON SECARA VOLUMETRIK
Pengertian cadangan adalah
jumlah volume minyak dan gas bumi di dalam reservoar. Cadangan mempunyai dua
pengertian yaitu cadangan terhitung dan nyata terdapat di dalam reservoar,
dapat berupa oil in place (OIP) atau gas in place (GIP), serta cadangan yang
mempunyai nilai ekonomis dalam arti dapat diproduksi secara ekonomis (disebut
sebagai reserve). Perbandingan antara
OIP dan reserve disebut recovery
factor (RF).
Klasifikasi
cadangan hidrokarbon , berdasarkan ats derajat ketidak pastian dari
perhitungannya, menurut SPE (1988)
cadangan minyak bumi dapat dibedakan menjadi tiga , yaitu :
1. Cadangan
terbukti (proved reserves)
Cadangan
terbukti adalah volume minyak bumi yang diperkirakan dapat diperoleh dari
reservoar yang ada dengan tingkat keyakinan yang tinggi pada kondisi ekonomi
dan potensi yang sedanag berlangsung.
2.
Cadangan tereka (probable
reserves)
Cadangan
tereka adalah cadangan minyak bumi dengan tingkat keyakinanya lebih rendah dari
cadangan terbukti. Cadangan ini termasuk cadangan yang didasarkan dari operasi
yang sedang berlangsung.
3. Cadangan
terkira (possible reserves)
Cadangan
terkira adalah cadangan minyak bumi yang memiliki derajat kepastian yang paling rendah dan hanya dapat diperkirakan
dengan tingkat kepercayaan yang rendah.
Cadangan
hidrokarbon merupakan fungsi dari waktu sehingga estimasinya harus dilakukan
secara periodik. Ketetapan estimasi tergantung paad jumlah dan kualitas data
yang digunakan. Untuk estimasi cadangan hidrokarbon terdapt lima metode
estimasi cadangan yang sering digunakan (Campbell,1973),
antara lain :
1. Estimasi
dengan cara volume (volumetric estimation)
2. Kesetimbangan
bahan (material balance)
3. Kurva
penurunan produksi (production decline kurve)
4. Perbandingan
dengan cadangan pada reservoar lain yang mempunyai kemiripan kondisi geologi
dan kondisi reservoar yang lain.
5. Perbandingan
dengan data dari formasi yang sama pada lapangan yang berbeda
Metode volumetrik lebih
ditekankan pada pendekatan data – data geologi bawah permukaan. Metode ini
lmerupakan metode yang menghitung cadangan ditempat hidrokarbon pada kondisi
asli reservoar. Metode material balance
dipakai untuk menguji kebenaran metode volumetrik, hal ini dilakukan karena
kurangnya informasi geologi sehingga penting untuk mengukur volume reservoar
secara keseluruhan. Estimasi cadangan hidrokarbon dengan cara volumetrik
memerlukan parameter – parameter tertentu meliputi volume reservoar yang
mengandung hidrokarbon, porositas batuan, presentase pori batuanyang terisi
oleh hidrokarbon dan berapa persen hidrokarbon yang dapt diambil.
Untuk menetukan initial in place dengan metode
volumetrik, terlebih dahulu dicari volume
bulk (VB) dari reservoar yang
ditempati oleh fluida. Untuk itu diperlukan data log unutk mengetahui ketebalan
formasi produktif. Kalkulasi secara volumetrik didasarkan terutama pada peta
bawah permukaan, data log, data core, dan data DST (drill stem test)
Adapun parameter yang diperlukan
untuk perhitungan besarnya cadangan minyak dan gas bumi secara volumetrik
adalah :
·
Porositas (Ø)
·
Kejenuhan air (Sw)
·
Ketebalan lapisan batuan resrvoar
·
Luas batuan reservoar
·
Formation volume factor (FVF)
Peta yang diperlukan dalam
perhitungan cadangan antara lain peta kontur struktur top lapisan, gross sand
map ( peta ketebalan total batupasir), peta net sand (peta ketebalan total pasir bersih) dan peta
net pay . Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menghitung VB reservoar dari net pay isopach map, yaitu metode piramidal, metode trapezoidal dan
metode grafis (Heysse,1991). Setelah
VB didapat
selanjutnya menghitung initial oil in
place.
Pada
metode grafis, luas masing – masing daerah yang dibatasi oleh kontur peta
isopach diplot versus ketebalan yang dinyatakan oleh kontur tersebut. VB
reservoar adalah luas areal dibawah kurva (acre
feet)
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Langkah kerja yang dilakukan
dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Studi
geologi regional daerah penelitian, yaitu dengan melakukan kaji pustaka yang
menyangkut kondisi geologi daerah penelitian.
2.
Pembagian tubuh batupasir serta korelasi pada zona
C018B dan zona C020A berdasarkan data – data log sumur pemboran di lapangan
Badak..
3. Pembuatan
peta facies zona C018B.
4.
Pembuatan peta kontur struktur top sand zona C018B.
5.
Pembuatan peta net sand zona C018B
6.
Pembuatan peta net pay zona C018B.
7. Perhitungan
cadangan (volumetrik), berhubung dengan
keterbatasan waktu penelitian, maka perhitungan ini hanya dilakukan perhitungan
volume bulk dari zona C018B berdasarakan dari peta reservoir yang dibuat.
Berikut ini akan dijelaskan
lebih detail mengenai analisa dan hasil pembahasan untuk setiap langkah penelitian .
IV.1. Korelasi
Reservoar Zona C018B dan Zona C020A
Sebelum
melakukan pemetaan bawah permukaan yang harus dilakukan pertama kali yaitu
korelasi detail dari tiap – tiap zona yang kan dipetakan. Data log yang dipakai
untuk korelasi yaitu data log GR, log SP, log resistivitas, log densitas, log
porositas, dan log sonic.
Banyaknya
sumur yang dikorelasikan pada zona C018B dan zona C020A yaitu 35 sumur yang
terletak pada lapangan Badak pada bagian selatan. Yang dijadikan sebagai dasar
atau patokan dalam korelasi yaitu sumur 191 di lapangan Badak. Ke 35 sumur
tersebut adalah:
-
Bdk 0070 -
Bdk 0620 - Bdk 1020 - Bdk 1700
-
Bdk 0210 -
Bdk 0640 - Bdk 1030 - Bdk 1720
-
Bdk 0220 -
Bdk 0680 - Bdk 1040 - Bdk 1760
-
Bdk 0300 -
Bdk 0750 - Bdk 1080 - Bdk 1880
-
Bdk 0390 -
Bdk 0780 - Bdk 1100 - Bdk 1910
-
Bdk 0460 -
Bdk 0790 - Bdk 1170
-
Bdk 0490 -
Bdk 0830 - Bdk 1290
-
Bdk 0500 -
Bdk 0850 - Bdk 1470
-
Bdk 0540 -
Bdk 0920 - Bdk 1600
-
Bdk 0560 -
Bdk 0980 - Bdk 1660
Secara
umum pada bagian bawah dan bagian atas dari zona tersebut terdapat lapisan
batubara yang memiliki karakteristik pola log yang khas dengan penyebaran
lateral relatif luas, sehingga lapisan batubara tersebut dapat dipakai sebagai
marker stratigrafi (datum C017 TZ dan C020 TZ), sehingga lapisan inilah yang
dipakai sebagai horison acuan atau bidang datum untuk pemetaan kontur struktur
pada zona C018B didaera penelitian. Korelasi dilakukan dengan menghubungkan
tubuh – tubuh batupasir dengan pola yang sama menjadi satu tubuh reservoar.
IV.2. Analisa Data
Secara Kualitatif
IV.2.1. Lingkungan Pengendapan
Pada zona
C018B, berdasarkan data rekaman lognya dapat disimpulkan bahwa daerah penelitian
diendapkan pada lingkungan delta plain dan upper delta front, yang dibuktikan
oleh karakteristik bentuk kurva log yang
menunjukkan :
1. Terdapatnya
lapisan tipis batubara pada bagian atas dan bawah zona C018B.
2.
Banyak ditemukan sisipan serpih atau batulempung.
IV.2.2.. Interpretasi Litologi
Log yang
dipakai dalam melakukan interpretasi litologi adalah log Gamma Ray, log SP, dan
log sonic. Pertama – tama yang dilakukan adalah menetukan pasir dan serpih
berdasarkan kenampakan pola kurva lognya, dimana log yang dipakai adalah log GR
dan log SP, untuk batupasir dicirikan oleh log GR dan log SP yang defleksi ke
arah kiri dengan melihat kenampakan log soniknya yang relatif stabil di tengah,
sedangkan batubara ditunjukkan dengan pola GR dan sonic yang defleksinya ke
kiri sedangkan log SP defleksinya ke kanan. Serpih ditunjukkan dengan pola log
GR, Log SP, dan log sonic ke kanan.
IV.2.3. Menentukan Kandungan Fluida
Penentuan
adanya hidrokarbon dapat dilihat dari pola – pola kurva lognya, dimana setelah
ditemukan lapisan batupasir dari log GR, Log SP, maupun log sonic. Setelah
ditentukan lapisan batupasirnya kemudian mengamati kombinasi kurva log densitas
dan log neutron. Adanya hidrokarbon akan menyebabkan pembacaan log densitas
menjadi menurun karena minyak dan gas
memiliki densitas lebih kecil bila dibandingkan dengan air, sedangkan
pola log neutron kehadiran hidrokarbon menyebabkan pembacaan log menjadi
menurun, sehingga akan terjadi cross over antara keduanya yang dapat menandakan
adanya kehadiran hidrokarbon dimana crossover yang besar menandakan gas
sedangkan minyak menengah dan air lebih kecil
akan tetapi selain itu perlu juga dilihat pembacaan log resistivitasnya
dimana kehadiran hidrokarbon akan menunjukkan resistivitas yang rendah,
sehingga hal tersebut dapat pula dijadikan acuan untuk menentukan batas – batas
contactnya
Zona C018B adalah salah satu zona
batupasir yang merupakan salah satu reservoir baru (new pool) dari pengeboran
sumur Badak 191 dengan menghasilkan minyak ± 323 bopd, solution gas ± 1080 mcfd
dan air ± 243 bwpd, dilihat dari
kenampakan log densitas, log soniknya,
log resistivitasnya besar dan juga dari berdasarkan data perhitungan petrofisika (lumping) dengan ketebalan net
sand 15,5 ft dan net pay 12,5 ft diperkirakan bagian bawah dari batupasir ini
merupakan kontak antara minyak dan air. Sedangkan pada sumur Bdk 0210, Bdk
0220, Bdk 0300, Bdk 0390, Bdk 0500, Bdk 1020, Bdk 1470, dan Bdk 1600 tidak ada
kandungan hidrokarbonnya (WET) walaupun didalam perhitungan petrofisik (lumping) terdapat ketebalan net
paynya, tetapi dilihat dari kurva lognya tidak menunjukkan adanya suatu
kandungan hidrokarbon yaitu dimana log resistivitasnya rendah dan tidak
menunjukkan crossover antara log densitas dan log neutron.
IV.3. Analisa Data
Log Kuantitatif
Dalam
analisa data log secara kuantitatif,
dilakukan perhitungan parameter petrofisik dari reservoir yaitu perhitungan
porositas, permeabilitas, dan kejenuhan air
yang nantinya parameter – parameter tersebut dipakai dalam perhitungan
cadangan.
Dalam hal ini perhitungan parameter – parameter tersebut
menggunakan software yang telah tersedia di VICO Indonesia yaitu petroworks,
dimana perhitungan tersebut menggunakan cut off yang digunakan oleh VICO Indonesia. Yaitu sebagai berikut:
-
Sw ( Water Saturation)
= 0,650
-
Vcl ( Shale Volume )
= 0,280
-
Porosity =
0,070 – 0,500
Dengan hasil data terlampir,
tabel 1
IV.4. Pemetaan Bawah Permukaan
Peta
bawah permukaan yang dibuat meliputi peta fasies, peta kontur struktur, peta net sand, dan peta reservoar sand.
IV.4.1. Peta Fasies
Berdasarkan pada bentuk –bentuk kurva log GR dapat
ditentukan lingkungan pengendapan dari zona C018B pada masing –masing sumur,
apakah itu adalah channel atau yang lainnya, kemudian berdasarkan pada analysa
tersebut dibuat juga peta fasies yang akan digunakan sebagai acuan dalam
pembuatan peta – peta selanjutnya.
Analisa
fasies pengendapan daerah telitian
berdasarkan peta ini adalah channel, bar, dan creavase splay. Pada
daerah telitian terdapat tiga chanel utama dengan terdapatnya creavase splay
(limpahan banjir) disekitar tubuh channel dengan bentuk yang relatif lonjong
dan bar yang berada diantara channel – channel tersebut.
Pemisahan atau penyatuan jaringan alur batupasir yang menyusun daerah
ini ditentukan berdasarkan :
1. Berkembang
atau tidaknya batupasir di suatu sumur pada zona tersebut.
2. Kemiripan
bentuk kurva log listrik yang relatif mencerminkan karakteristik litologi di
lapangan.
3. Korelasi
batupasir dengan tebal yang relatif maksimum merupakan sumbu alur utama
pengendapan batupasir dengan penyebaran lateral.
4. Karakteristik
fasies berdasarkan rekaman log listrik.
IV.4.2. Kontur Struktur
Peta
kontur struktur pada zona C018B dibuat dengan menggunakan batas atas (top sand)
dari batupasir pada masing – masing sumur yang dikorelasikan pada lapangan
Badak. Peta ini menggambarkan kedalaman puncak batupasir pada masing – masing
zona, dimana caranya adalah dengan menghubungkan titik – titik kedalaman top
sand yang sama diukur pada TVDSS, dengan skala grafis 1 : 10.000 dan interval
kontur 50 ft. Data kedudukan top dan bottom zona batupasir C018B disetiap sumur
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kedalaman top sand dan bottom sand zona C018B
No
|
Well
|
UTM - X
|
UTM -Y
|
TOP TVD
|
BOT TVD
|
TOP
TVDSS
|
BOT
TVDSS
|
(ft)
|
(ft)
|
(ft)
|
(ft)
|
||||
1
|
Bdk
0070
|
544737.9
|
9960550
|
6519.21
|
6522.96
|
-6393.62
|
-6397.34
|
2
|
Bdk
0210
|
548817.3
|
9959523
|
6464.91
|
6486.65
|
-6437.47
|
-6459.18
|
3
|
Bdk
0220
|
548968.5
|
9959594
|
6618.51
|
6634.58
|
-6540.8
|
-6555.94
|
4
|
Bdk
0300
|
547736.1
|
9963600
|
6331
|
6340.52
|
-5987.4
|
-5995.45
|
5
|
Bdk
0390
|
548053.1
|
9960154
|
6328.8
|
6334.33
|
-6297.33
|
-6302.85
|
6
|
Bdk
0460
|
547519.1
|
9958542
|
6492.92
|
6500.28
|
-6464.26
|
-6471.61
|
7
|
Bdk
0490
|
547461.9
|
9957621
|
6681.08
|
6715.13
|
-6652.92
|
-6686.94
|
8
|
Bdk
0500
|
546744.5
|
9956678
|
6800.69
|
6812.13
|
-6759.2
|
-6770.64
|
9
|
Bdk
0540
|
546951.9
|
9958760
|
6537.24
|
6543.38
|
-6478.13
|
-6484.27
|
10
|
Bdk
0560
|
548053.4
|
9958078
|
6577.04
|
6597.18
|
-6554.82
|
-6574.92
|
11
|
Bdk
0620
|
549132.2
|
9958762
|
6759.82
|
6771.39
|
-6732.22
|
-6743.77
|
12
|
Bdk
0640
|
544350
|
9960934
|
6537.58
|
6540.96
|
-6451.92
|
-6455.29
|
13
|
Bdk
0680
|
547947.1
|
9956753
|
6765.69
|
6771.83
|
-6735.45
|
-6741.59
|
14
|
Bdk
0750
|
545959.6
|
9957345
|
6676.76
|
6687.13
|
-6564.57
|
-6574.94
|
15
|
Bdk
0780
|
545795.8
|
9960110
|
6456.34
|
6464.64
|
-6345.29
|
-6353.55
|
16
|
Bdk
0790
|
549834
|
9959510
|
6888.51
|
6893.39
|
-6860.7
|
-6865.57
|
17
|
Bdk
0830
|
546473.5
|
9959118
|
6562.17
|
6564.91
|
-6437.96
|
-6440.69
|
18
|
Bdk
0850
|
544513.9
|
9957881
|
6783.14
|
6785.22
|
-6625.74
|
-6627.82
|
19
|
Bdk
0920
|
548172.8
|
9958851
|
6446.56
|
6451.48
|
-6423.65
|
-6428.57
|
20
|
Bdk
0980
|
548365.5
|
9958756
|
6523.92
|
6551.73
|
-6493.47
|
-6521.27
|
21
|
Bdk
1020
|
546143.4
|
9959488
|
6617.53
|
6621.84
|
-6451.13
|
-6455.44
|
22
|
Bdk
1030
|
547492.2
|
9959285
|
6398.4
|
6498.97
|
-6359.65
|
-6370.21
|
23
|
Bdk
1040
|
547250.8
|
9956998
|
6724.16
|
6724.74
|
-6687.55
|
-6688.13
|
24
|
Bdk
1080
|
545237
|
9960485
|
6489.74
|
6492.83
|
-6396.84
|
-6399.93
|
25
|
Bdk
1100
|
546565.4
|
9960059
|
6441.9
|
6450.54
|
-6308.3
|
-6316.9
|
26
|
Bdk
1170
|
546089.8
|
9960077
|
6487.52
|
6493.58
|
-6346.77
|
-6352.83
|
27
|
Bdk
1290
|
548539.3
|
9958546
|
6589.01
|
6603.48
|
-6554.18
|
-6568.64
|
28
|
Bdk
1470
|
548186.4
|
9959666
|
6353.9
|
6360.86
|
-6322.04
|
-6328.99
|
29
|
Bdk
1600
|
548375.1
|
9959075
|
6462.95
|
6470.75
|
-6435.2
|
-6442.99
|
30
|
Bdk
1660
|
547922.6
|
9960878
|
6149.81
|
6154.61
|
-6117.44
|
-6122.24
|
31
|
Bdk
1700
|
547787.9
|
9957308
|
6649.09
|
6653.53
|
-6610.28
|
-6614.71
|
32
|
Bdk
1720
|
548381.2
|
9959332
|
6433.38
|
6435.82
|
-6393.69
|
-6396.13
|
33
|
Bdk1760
|
548018.6
|
9958469
|
6532.9
|
6533.19
|
-6504.8
|
-6505.1
|
34
|
Bdk
1880
|
547703
|
9958403
|
6581.61
|
6585.88
|
-6484.6
|
-6488.87
|
35
|
Bdk
1910
|
548590.9
|
9959106
|
6629.35
|
6647.63
|
-6473.65
|
-6491.93
|
Berdasarkan pola kontur yang
diteliti diketahui bahwa struktur geologi yang berkembang di zona penelitian
adalah struktur perlipatan antiklin dengan arah relatif timur laut – barat
laut, yang didapat dari hasil korelasi antar sumur – sumur dilapangan badak.
IV.4.3. Peta net sand ( net sand isopach)
Untuk
membuat peta net sand maka sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu harga
ketebalan batupasir bersihnya, untuk mendapatkan harga ketebalan pasir bersih
maka dilakukan proses lumping, yaitu
perhitungan dengan menggunakan komputer untuk didapatkan data petrofisik zona
C018B yang meliputi porositas, kejenuhan air, dan volume batulempung, dimana
hasil perhitungan tersebut didapat dari data log untuk kedalaman top sand dan
bottom sand pada masing – masing zona. Harga cut off yang sudah ditentukan oleh
pihak VICO Indonesia untuk lapangan Badak adalah meliputi :
- Sw =
0,650
- Vcl =
0,28
- Porosity
= 0,07 – 0,5
Besarnya
ketebalan bersih batupasir pada zona C018B setelah dikoreksi terhadap kandungan
serpih atau lempung, dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Ketebalan net sand dan net pay zona C018B
No
|
Well
|
Net sand (ft)
|
Net pay (ft)
|
1
|
Bdk 0070
|
0
|
0
|
2
|
Bdk 0210
|
19,5
|
3.5
|
3
|
Bdk 0220
|
15,14
|
12.02
|
4
|
Bdk 0300
|
8,05
|
7.85
|
5
|
Bdk 0390
|
4,46
|
1.5
|
6
|
Bdk 0460
|
-
|
-
|
7
|
bdk 0490
|
-
|
-
|
8
|
Bdk 0500
|
10.44
|
3.94
|
9
|
Bdk 0540
|
6,14
|
0
|
10
|
Bdk 0560
|
-
|
-
|
11
|
Bdk 0620
|
-
|
-
|
12
|
Bdk 0640
|
-
|
-
|
13
|
Bdk 0680
|
-
|
-
|
14
|
Bdk 0750
|
8,50
|
0
|
15
|
Bdk 0780
|
7,50
|
0
|
16
|
Bdk 0790
|
2,50
|
0
|
17
|
Bdk 0830
|
-
|
-
|
18
|
bdk 0850
|
-
|
-
|
19
|
Bdk 0920
|
-
|
-
|
20
|
Bdk 0980
|
26,94
|
7.5
|
21
|
Bdk 1020
|
-
|
-
|
22
|
Bdk1030
|
5
|
0
|
23
|
Bdk 1040
|
-
|
-
|
24
|
Bdk 1080
|
-
|
-
|
25
|
Bdk 1100
|
-
|
-
|
26
|
Bdk 1170
|
-
|
-
|
27
|
Bdk 1290
|
-
|
-
|
28
|
Bdk 1470
|
6.96
|
4.98
|
29
|
Bdk 1600
|
3.25
|
2
|
30
|
Bdk 1660
|
2.5
|
0
|
31
|
Bdk 1700
|
3.47
|
1.5
|
32
|
Bdk 1720
|
0
|
0
|
33
|
Bdk 1760
|
0.29
|
0
|
34
|
Bdk 1880
|
1
|
0
|
35
|
Bdk 1910
|
15.5
|
12.5
|
35
|
Bdk 1910
|
15.5
|
12.5
|
Ketebalan batupasir disetiap
sumur untuk zona batupasir C018B didaerah penelitian menunjukkan bahwa :
1. Nilai
ketebalan pasir pada rangkaian sumur – sumur dari arah timur ke barat daya
semakin menurun.
2. Pada
sumur – sumur dibagian timur mempunyai ketebalan yang lebiht besar dibanding
ketebalan sumur- sumur disekitarnya.
Kedua hal tersebut menunjukkan
bahwa alur batupasir makin menipis ke arah barat daya, yang mengindikasikan
bahwa energi sedimentasi ke arah tersebut semakin berkurang
IV.4.5. Peta net oil pay
Peta net
pay dibuat untuk mengetahui geometri penyebaran dari reservoir yang mengandung
hidrocarbon. Untuk hal tersebut diperlukan peta kontur struktur puncak lapisan
batupasir pada masing – masing zona yang kemudian ditampalkan dengan peta net
sand. Setelah ditampalkan antara peta kontur struktur top sand dan peta net
sand, ditentukan batas OWC ( Oil Water Contact) untuk tank yang bersangkutan. Untuk tank zona
telitian berada pada kedalaman 6486 ft TVDSS pada sumur Bdk 191. Adanya OWC
dapat diperkirakan dari data lognya juga dari hasil perhitungan petrofisik
(lumping), dimana pada data lumping nilai net sand dari Bdk 191 adalah 15.5
sedangkan harga net paynya yaitu 12.5, sehingga dapat diketahui bahwa harga
waternya 3.
IV.5. Perhitungan VB ( Volume Bulk dari C018B Reservoir)
Adanya
kandungan hidrokarbon harus dibuktikan dengan analisa kuantitatif, terutama
untuk menentukan porositas dan kejenuhan air (Sw) serta kejenuhan hidrokarbon
berdasarkan analisa petrofisika. Harga Sw dapat digunakan sebagai patokan untuk
menetukan ada tidaknya interval lapisan batuan yang mengandung hidrokarbon. Sebenarnya tidak ada harga Sw yang
pasti untuk menentukan kandungan hidrokarbon karena setiap lapangan minyak
mempunyai karakteristik batuan yang mungkin berbeda harga SW-nya terhadap
lapangan lainnya. Melihat kenyataan tersebut maka sangat sulit untuk mengambil
batasan yang jelas dari kisaran Sw.
Perhitungan
volume reservoar dilakukan dengan menggunakan peta ketebalan gas produktif (
net gas pay map). Pada penelitian kali ini, penulis hanya melakukan perhitungan
VB (Volume Bulk) secara grafis berdasrkan pada peta reservoir yang dibuat,
dengan berdasarkan data ketebalan, oil water contact, dan luas dari peta
reservoir dengan menggunakan software (Zmap+), hasil yang diperoleh adalah sbb
Tabel 4. Hasil perhitungan volume reservoar pada zona
batupasir C018B (VB)
No.
|
Tank
|
Positive Area
(acree)
|
Positive Volume
(acree ft)
|
1
|
1
|
20.9
|
215.00
|
Hasil
perhitungan VB ini selanjutnya akan digunakan untuk perhitungan volumetric
cadangan, baik untuk menghitung initial oil in place (IOIP) ataupun initial gas
in place (IGIP) pada tahap – tahap berikutnya.
BAB V. KESIMPULAN
Hasil
analisa data log sumur di lapangan Badak yang menembus zona reservoar C018B
menghasilkan beberapa peta bawah permukaan yang meliputi peta fasies, peta kontur struktur top sand, ,
net sand, dan net pay.
Pada peta
fasies yang ada lingkungan pengendapan
dari batupasir C018B adalah channel, bar dan creavase splay. Diantara alur
–alur utama atau channel sand terdapat endapan limpahan banjir (creavase splay)
yang dijumpai di beberapa tempat dengan lebar bervariasi dan penyebaran lateral
berbentuk lonjong.
Pada peta penampang kontur
struktur daerah penelitian, menunjukkan bahwa untuk zona C018B merupakan suatu
struktur perlipatan yaitu perlipatan antiklin dengan sumbu arah relatif timur
laut – barat laut.
Sedangkan
dari data korelasi stratigrafi secara keseluruhan menunjukkan semakin
berkurangnya kandungan pasir ke arah barat daya daerah penelitian dan semakin
bertambah kandungan lempung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa arah pengendapan
sedimen pada zona C018B adalah ke arah barat daya dengan energi semakin
berkurang
Dari interpretasi petrofisik dan data lognya
kandungan fluida pada batupasir zona C018B sumur Bdk 191 adalah minyak dan air,
sedangkan pada sumur lainnya yang dikorelasi tidak terdapat adanya kandungan
hidrokarbon.
Jadi dapat disimpulkan bahwa minyak yang
terkandung pada zona C018B yang terdapat pada sumur Bdk 191 menempati area
seluas 20.9 acree dan VB (volume bulk) sebesar 215.00 acree feet.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, GP.,
1987, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Deta,
Total
Exploration Laboratory, Pessac, Perancis
Harsono, A.,
1994, Pengantar Evaluasi Log, 6th rev., Sclumberger Data
Services,
Jakarta
Kosoemadinata, R.
P., 1980, Geologi Minyak dan Gas
Bumi, edisi ke-2, Institut
Teknologi
Bandung, Bandung
Kosoemadinata, R.
P., 1974, Teknik Penyelidikan Geologi Bawah Permukaan,
Pedoman
Praktikum Geologi Minyak dan Gas Bumi,
Institut Teknologi
Bandung, Bandung
Kutai Basin Study, 1995